Kepemimpinan Murid (Student Agency)
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa
mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan
memiliki apa yang disebut dengan “agency”. Agency dapat
diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan
arah jalannya peristiwa melalui tindakan-tindakan yang dibuatnya.
Albert Bandura dalam artikelnya, Toward a Psychology of Human
Agency (2006) menuliskan, bahwa menjadi seorang agent (seseorang
yang memiliki agency) berarti orang tersebut secara sengaja
mempengaruhi fungsi dan keadaan hidup dirinya. Dalam pandangan ini, pengaruh
pribadi merupakan bagian dari struktur kausal. Orang-orang sebenarnya dapat
mengatur diri sendiri, bersikap proaktif, meregulasi diri sendiri, dan
merefleksikan diri. Mereka bukan hanya dapat menjadi penonton dari perilaku
mereka sendiri, tetapi adalah kontributor untuk keadaan hidup mereka sendiri.
Lebih lanjut, dalam artikel yang sama Bandura juga menuliskan bahwa ada
empat sifat inti dari human agency, yang dalam modul ini kita
singkat dengan akronim IVAR untuk memudahkan mengingat, yaitu:
1. I - Intensi = Kesengajaan (intentionality). Seseorang
yang memiliki agency bukan hanya memiliki sekedar niat, tetapi di dalam niat
mereka sudah termasuk rencana tindakan dan strategi untuk mewujudkannya. Orang
yang memiliki agency akan memahami bahwa dalam mewujudkan niatnya, ia juga
harus mempertimbangkan keinginan pihak lain, sehingga berupaya untuk menemukan
niatan bersama dan mengelola kesaling-tergantungan rencana.
2. V - Visi = Pemikiran ke depan (forethought).
Pemikiran ke depan di sini bukan hanya sekedar rencana yang mengarahkan masa
depan. Mereka yang berpikiran ke depan menjadikan visi (representasi kognitif
dari visualisasi masa depan) sebagai pemandu dan memotivasi tindakan-tindakan
mereka saat ini. Hal ini membuat mereka menjadi individu yang bersemangat dan
bertujuan.
3. A - Aksi = Kereaktifan-diri (self-reactiveness).
Seseorang yang memiliki agency, bukan hanya seorang perencana dan pemikir ke
depan. Mereka juga seorang pengendali diri (self-regulator). Setelah memiliki
niat dan rencana, ia tidak akan duduk diam dan menunggu. Mereka memiliki
kemampuan untuk mengkonstruksi aksi atau tindakan yang tepat dan untuk
memotivasi serta mengatur eksekusinya.
4. R - Refleksi = Kereflektifan-diri (self-reflectiveness).
Seseorang yang memiliki agency akan memiliki kesadaran yang
baik akan fungsi dirinya. Mereka akan melakukan refleksi terhadap efikasi
dirinya, kecemerlangan dan ketepatan pikiran dan tindakannya, dan kebermaknaan
dari upaya yang mereka lakukan dalam pencapaian tujuan, serta akan melakukan
perbaikan jika diperlukan. Kemampuan metakognitif untuk melakukan refleksi diri
sendiri dan kecukupan pemikiran dan tindakan seseorang adalah sifat yang paling
jelas dari orang yang memiliki agency.
Mengingat bahwa kata agency ini
belum ada padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, maka untuk kepentingan
pembahasan di dalam modul ini, maka istilah student agency ini
selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.
Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika
mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan,
menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu,
berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan
pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil
proses belajarnya.
Jika kita mengacu pada OECD (2019:5), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan
dengan pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid
mengembangkan agency, mereka mengandalkan motivasi, harapan,
efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan
dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju
kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian
memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing
mereka untuk berkembang di masyarakat.
Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa
murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi
kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat
dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan
bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan
murid adalah tentang murid yang bertindak secara aktif, dan membuat
keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima
apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menunjukkan agency dalam
pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam
memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung
menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan
tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan
secara alamiah mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana
belajar). Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat
penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka dan bukan
hanya untuk saat ini.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses
pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan
murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat
kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat
murid belajar mereka akan:
- berusaha
untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
- menunjukkan
keterlibatan dalam proses pembelajaran
- menunjukkan
tanggung jawab dalam proses pembelajaran
- menunjukkan
rasa ingin tahu
- menunjukkan
inisiatif
- membuat
pilihan-pilihan tindakan
- memberikan
umpan balik kepada satu sama lain.
Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan
sebagai mitra murid dalam belajar akan:
- berusaha
secara aktif mendengarkan, menghormati, dan menanggapi ide-ide, pendapat,
pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka
- memperhatikan
kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan
proses pembelajaran sesuai untuk mereka
- mendorong
murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas
terbuka
- menawarkan
kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil risiko
- mempertimbangkan
sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan
informasi yang mereka miliki
- menunjukkan
minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas
murid untuk memperluas pemikiran mereka.
Saat murid menjadi
pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat
murid memiliki agency), maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara,
pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya
menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita
sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di
mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka
pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka,
dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Suara (voice)
Ketika kita berbicara tentang “suara”
murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid
kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat.
Voice (suara) adalah
pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui partisipasi
aktif mereka di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan mereka, yang
berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif
mempengaruhi hasilnya. (www.education.vic.gov.au)
Mempertimbangkan suara murid adalah
tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi
murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa
dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Mempromosikan suara murid dalam
proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat
ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat,
merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah
beberapa contoh bagaimana sekolah atau guru dapat mempromosikan “suara
murid”:
1. Membangun budaya
saling mendengarkan.
2. Membangun
kepercayaan diri murid agar mereka percaya bahwa setiap suara berharga dan
layak didengar.
3. Melibatkan murid
dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
4. Melibatkan murid
dalam memberikan umpan balik terhadap berbagai program dan kebijakan-kebijakan
sekolah.
5. Melibatkan murid
dalam perencanaan pembelajaran.
6. Melibatkan murid
dalam menyusun kriteria penilaian.
7. Memberikan
kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi dalam berbagai
kesempatan dan proses pembelajaran.
8. Mengajak murid
untuk mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
9. Membentuk dewan
murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid-murid untuk memberikan
masukan kepada sekolah terhadap berbagai elemen sekolah lainnya (misalnya
lingkungan, fasilitas, kegiatan, kantin, seragam).
10. Melibatkan murid
untuk memberikan saran tentang alat permainan apa yang mereka inginkan ada di
halaman sekolah.
11. Memberikan
kesempatan murid untuk memberi saran terkait menu yang di jual kantin.
12. Membuat kotak saran
untuk murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
13. Melakukan kegiatan
pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah atau persoalan yang
terjadi dalam dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi
kesempatan mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan
solusi untuk permasalahan tersebut.
14. Membuat blog murid
dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.
Pilihan (Choice)
Pilihan (choice) adalah
peluang yang diberikan kepada murid untuk memilih kesempatan-kesempatan dalam
ranah sosial, lingkungan, dan pembelajaran. (marzanoacademies.org). Dalam ranah sosial,
murid dapat diberikan kesempatan untuk berada dalam kelompok yang sesuai dengan
tujuan atau minatnya; dalam ranah lingkungan, murid dapat diberikan kesempatan
untuk memilih atau mengatur tempat belajar yang sesuai untuk mereka. Dalam
ranah lingkungan, murid diberikan kesempatan untuk memilih lingkungan belajar
yang paling mendukung untuk mereka belajar secara maksimal. Sementara dalam
ranah pembelajaran, murid diberikan pilihan-pilihan untuk mengakses, berlatih,
atau membuktikan penguasaan pengetahuan atau keterampilan dalam kurikulum.
Aiken et al (2016) dalam Thibodeaux
et al. (2019), menyimpulkan bahwa memberi pilihan akan memberdayakan murid,
mendorong keterlibatan, dan mempromosikan minat dalam pengalaman belajar.
Selain itu, memberi peserta didik pilihan dan kepemilikan mensyaratkan bahwa
kontrol dalam proses pembelajaran harus diberikan juga kepada murid-murid
(Thibodeaux 2017; 2019).
Bandura (1997) juga menegaskan bahwa
memberikan murid pilihan juga akan meningkatkan motivasi dan otonomi murid,
yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid
(dalam Thibodeaux et al, 2019).
Pertanyaannya sekarang adalah
bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar
mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah
beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi
murid-muridnya.
1. Membuka cakrawala
murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
2. Memberikan
kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan
pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
3. Memberikan
kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah
kegiatan/program.
4. Memberikan murid
kesempatan untuk memilih kelompok.
5. Memberikan
kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
6. Menggunakan
musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui
voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya.
Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan
dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian
meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
7. Mengajak OSIS
membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana
kegiatan yang ingin mereka lakukan di dalam satu tahun ajaran.
8. Memberi kesempatan
pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.
9. Memberikan
kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan
gaya , minat dan bakat mereka
10. Memberikan
kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka.
11. Memberikan
kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
12. Memberikan kesempatan
pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan
pembelajarannya.
Kepemilikan
(ownership)
Dalam pembahasan sebelumnya, telah
dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka,
maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka
sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.
Menurut Duddley-Marling dan Searle
yang dikutip oleh Rainer dan Mona dalam artikel yang berjudul Ownership
of Learning in Teacher Education (2002:27) bahwa kepemilikan
bukanlah sesuatu yang bisa diberikan, melainkan sesuatu yang berkembang dalam
struktur dan proses yang menyiratkan rasa hormat terhadap otonomi, kekuasaan,
suara, dan tanggung jawab kepada orang lain.
Dengan demikian kondisi-kondisi,
struktur, dan proses perlu dikembangkan agar guru mampu menciptakan proses
pembelajaran yang mendorong murid memiliki rasa kepemilikan. Beberapa hal
yang dapat dilakukan oleh guru adalah:
o
Memberikan murid kesempatan untuk memilih beberapa kegiatan yang mereka
lakukan (misalnya memilih topik untuk dilaporkan).
o
Memberikan kesempatan murid berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum
(misalnya, memutuskan apa yang ingin mereka pelajari).
o
Memberikan murid kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam kelas.
o
Memberikan murid kesempatan untuk menilai diri sendiri dan terlibat
dalam proses penilaian (misalnya, melibatkan murid dalam mendiskusikan kriteria
rubrik proyek yang baik).
Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam
artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning.
Teaching Exceptional Children (1993;18) menjelaskan bahwa kepemilikan
dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa
keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi seseorang dalam proses
belajar.
Merujuk pada pendapat tentang konsep
kepemilikan, dapat dikatakan bahwa, saat murid terhubung (baik secara fisik,
kognitif, emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif, dan
menunjukkan investasi pribadi dalam proses belajarnya, maka kita dapat
mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar
tinggi.
Berikut ini adalah beberapa contoh
mempromosikan “kepemilikan murid”:
o
Merespon dan menindaklanjuti masukan dan umpan balik dari murid.
o
Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
o
menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan
belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan
pembelajaran mereka.
o
Secara terus menerus tunjukkan kepada murid bagaimana mereka dapat
menjadi pembelajar yang lebih baik dari hari ke hari, misalnya dengan belajar
untuk menerima kesalahan. Berbagilah dengan murid-murid kita bagaimana
terkadang kita membuat kesalahan dan bagaimana kita kemudian belajar dari
kesalahan tersebut. Dengan cara ini, murid akan selalu merasa diterima. tidak
dituntut sempurna, sehingga merasa nyaman dalam proses pembelajarannya.
o
Menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik yang akan
dipelajari atau mendiskusikan pengalaman murid tentang topik tersebut, dan
mengkoneksikannya dengan pembelajaran yang akan dilakukan.
o
Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai
dan menghormati kepemilikan murid ).
o
Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
o
Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya
membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi
tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
o
Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
o
Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
o
Melakukan penilaian diri sendiri (self assessment).
o
Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan
jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
o
Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin
mereka miliki dan meminta mereka berbagi.
Catatan: Tulisan ini merupakan gagasan yang disampaikan dalam modul guru penggerak. Referensi tulisan ini berasal dari berbagai sumber rujukan.